Selasa, 08 November 2011

Meningkatkan pendidikan adalah cara terbaik untuk memecahkan kemiskinan

    Kemiskinan masih menjadi masalah besar dunia yang belum ditemukan penyelesaiannya sampai sekarang. Masalah ini pun dihadapi oleh hampir seluruh negara, bahkan negara yang paling maju sekalipun, seperti Amerika Serikat dan Inggris.
    Persoalan ini seperti tidak pernah ada habis-habisnya, selalu diwariskan dari generasi ke generasi. Itu sebabnya, kemiskinan seolah selalu ada di permukaan bumi.
    Kemiskinan adalah siklus, lingkaran setan yang terus berputar dan menjadi perangkap manusia yang sudah ada di dalamnya, dan berpotensi memerangkap manusia-manusia lainnya yang lengah.

Kemiskinan dan Pendidikan
    Orang-orang yang tidak memiliki pendidikan cukup, selalu identik dengan
pendapatan yang rendah. Pendapatan mereka bahkan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, apalagi untuk memiliki tabungan. Hal tersebut menyebabkan mereka tidak cukup untuk memiliki investasi yang berdampak pada produktivitas rendah.
    Rendahnya produktivitas tersebut membuat orang-orang miskin sulit untuk memberikan pendidikan yang cukup bagi putra dan putri mereka, sehingga menghasilkan generasi baru yang sama miskinnya di segala sisi: pendidikan, pendapatan, investasi, dan produktivitas.
    Jurang perbedaan antara yang kaya dengan yang miskin pun semakin lebar, sebagai dampak perekonomian yang tak adil bagi sebagian besar penduduk di permukaan bumi ini.
    Kekayaan Bill Gates diperkirakan mencapai angka lebih dari 100 miliar dolar AS, sedangkan miliarder individual lain menghasilkan jutaan dolar AS setiap hari.
    Ini jelas menunjukkan ketidaksetaraan yang menjadi lebih lebar antara sedikit jumlah orang kaya dengan jutaan orang miskin lainnya. Rasanya ini adalah ketidakadilan yang sangat besar bagi negara-negara yang kurang berkembang, yang memiliki beban besar terhadap rakyat yang miskin dan tak punya apa-apa.

Pembunuh Terbesar
    Dua peneliti asal Afrika Selatan, AD Slabbert dari Cape Peninsula University of Technology dan WI Ukpere dari University of Johannesburg, dalam penelitiannya Poverty as a Transient Reality in a Globalised World: an Economic Choice, menyimpulkan kemiskinan adalah monster yang sangat menakutkan yang dihadapi manusia saat ini. Menurut mereka kemiskinan telah menjadi pembunuh anak-anak nomor satu di dunia.
   Data dari United Nations Childrend's Fund (Unicef) tahun 2010 menjelaskan bahwa selama tahun 1990 hingga 2009, kematian anak-anak usia di bawah lima tahun mencapai 33 persen, atau berkisar 22 ribu jiwa anak di seluruh dunia. Mereka tewas setiap hari akibat dari kemiskinan (www.unicef.org/media/media-56045html).
    Selain itu, masih ada lebih dari delapan juta anak yang mengalami pertumbuhan sangat lambat dibanding usianya, karena kurang asupan gizi akibat terlahir dari keluarga miskin.
    Indonesia juga mengalami kondisi yang serupa. Di berbagai daerah, banyak sekali kasus anak-anak yang kurang gizi, busung lapar, dan keterbelakangan pertumbuhan sebagai akibat gizi yang kurang di masa pertumbuhan.
    Kalau menilik pemberitaan yang banyak disampaikan di berbagai media massa mengenai anak-anak penderita kurang gizi dan busung lapar, ini menjadi pertanda bahwa di negara ini, kasus kemiskinan juga menjadi persoalan yang sangat besar bagi masyarakat.
    Pada masa sekarang ini, Indonesia menghadapi dua kondisi yang terjadi dalam masa yang bersamaan, namun pada kondisi yang saling bertolak belakang.
    Di satu sisi, pertumbuhan ekonomi yang melaju dengan cepat, dan di sisi lain angka kemiskinan juga mengalami peningkatan. Saat kondisi ekonomi berada pada posisi yang cukup meyakinkan di mana tingkat inflasi relatif terkendali, import-eksport berjalan cukup baik, tingkat suku bunga yang stabil, Indonesia juga dihadapkan pada masalah pengangguran yang terus meningkat dan ancaman kemiskinan semakin mengerikan.Urbanisasi meningkat, sebagai akibat tingginya angka kemiskinan dan sempitnya kesempatan kerja di pedesaan.
    Dalam setiap peristiwa yang terjadi seperti bencana alam, penyakit, ataupun musibah-musibah yang muncul sebagai akibat dari kesalahan pengelolaan sumber daya alam oleh manusia, selalu menimbulkan koloni masyarakat miskin yang baru.

Dampak Bencana
    Banyak contoh yang dapat dilihat di Indonesia, seperti korban bencana alam di Yogyakarta dan lumpur Lapindo di Jawa Timur. Itu semua berdampak pada pertambahan jumlah penduduk miskin di Indonesia.
    Semua korban tersebut mengalami kelaparan, kehilangan pekerjaan dan sumber pendapatan, tidak memiliki harta benda dan tempat tinggal yang tetap dan memadai, serta menjadi riskan terhadap berbagai penyakit dan kriminalitas.
    Tingginya angka kematian yang disebabkan oleh kemiskinan, membuat Slabbert dan Ukpere berkomentar pedas; bila kita semua membiarkan masalah tersebut tak terselesaikan dari sekarang, maka sama saja membiarkan kemiskinan akan merenggut jutaan jiwa umat manusia, 50 tahun mendatang.
Jika kita membiarkan ini terjadi, itu berarti bahwa kita di masa sekarang, punya perilaku yang sama kejamnya dengan Hitler di zamannya. Sama-sama sebagai pembunuh massal.
    Charles Darwin, sebagaimana dikutip oleh Kowalski (2000), mengatakan karena kesengsaraan manusia akibat kemiskinan disebabkan bukan oleh hukum alam, tetapi karena dilakukan oleh lembaga bentukan manusia sendiri, maka dosa besarlah bagi manusia.
    Dan semakin tak bernurani rasanya bila dampak dari penciptaan kemiskinan itu dibiarkan begitu saja dengan sangat sedikit upaya untuk menguranginya.

Mudah Anarkis
    Kemiskinan tidak dapat dituntaskan dengan mudah dan dalam waktu singkat. Diperlukan keterlibatan banyak pihak yang kompeten untuk itu, terutama adalah regulasi dari pemerintah.
    Tetapi regulasi penting yang diharapkan adalah yang memberikan dampak jangka panjang. Percepatan penanggulangan kemiskinan juga bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tapi melibatkan seluruh stakeholder.
    Sektor swasta adalah komponen yang diharapkan memberikan andil yang signifikan dalam mengurangi kemiskinan. Sedangkan pemerintah yang baik mampu menggerakkan seluruh sumber daya untuk mengurangi kemiskinan.
    Slabbert dan Ukpere menyebutkan bahwa dalam mengatasi kemiskinan, dapat dimulai dengan membuat klasifikasi dan pengelompokan terhadap sejumlah komponen yang dapat mengawali langkah pengurangan kemiskinan tersebut.
    Dari beberapa komponen yang harus segera ditangani, kedua peneliti itu menekankan bahwa tidak membiarkan rakyat kelaparan adalah hal pertama yang harus dilakukan. Rakyat yang lapar sangat mudah menimbulkan anarkisme di tengah mereka sendiri, yang berpotensi memiliki dampak luas secara nasional.
    Untuk hal tersebut, pemerintah Indonesia telah berupaya mencegah terjadinya kelaparan bagi penduduk miskin. Di antara upaya yang popular sekitar tahun 2006-2008 lalu adalah bantuan langsung tunai (BLT) dan program beras untuk rakyat miskin (raskin) yang dikhususkan bagi masyarakat miskin.
    Tanpa perlu mendebatkan pengaruh positif atau negatifnya terhadap masyarakat, tetapi itu bolehlah disebut sebagai upaya jangka pendek untuk menjaga agar rakyat miskin tidak kelaparan dan mampu bertahan hidup.

Peranan Perempuan
    Perhatian Slabbert dan Ukpere juga terarah pada penguatan bagi kelompok perempuan, sebagai upaya mengurangi kemiskinan. Penguatan bagi perempuan penting dilakukan melalui program pemberdayaan dan kesetaraan gender, karena kelompok ini memiliki peran yang sangat besar dalam turut serta pengentasan kemiskinan.
    Sebagai penanggungjawab sepenuhnya dalam hal urusan rumah tangga, perempuan yang paling tahu setiap detail kebutuhan yang diperlukan oleh setiap orang dalam rumah. Dimulai dengan menjaga kecukupan makanan, keperluan pendidikan dasar, hingga upaya menutupi kekurangan dari kebutuhan sehari-hari, telah menjadi tanggungjawab tetap kaum perempuan.
    Lain lagi yang dikemukakan oleh Green (2009), yang lebih melihat kemiskinan dari sisi global, sehingga harus diselesaikan secara universal. Untuk mengatasi kemiskinan secara global, menurut Green, yang perlu diperhatikan adalah tata kelola global sebagai instrument yang menjadi penentu utama.
     Tata kelola global yang dimaksud adalah bagian dari konglomerasi resmi lembaga internasional (seperti BankDunia dan IMF), hukum, peraturanserta kesepakatan nasional dan internasional. Untuk itu, Green merujuk delapan langkah yang dapat digunakan dalam tata kelola global tersebut sebagai poin penting dalam mengatasi kemiskinan, yaitu:
1) Ekonomi global harus dikelola lebih efektif, misalnya aturan dan hukum internasional yang berkaitan dengan perdagangan dan investasi;
2) Peran pasar keuangan internasional harus dikelola secara sistemik; 
3). Kekayaan, pengetahuan dan teknologi harus didistribusikan melalui termasuk mekanisme perpajakan internasional;
4) Menyediakan layanan kesehatan dan menjaga lingkungan dari ancaman pengrusakan melalui perjanjian internasional; 
5) Mencegah perang dan konflik nasional maupun internasional;
6) Membuat mekanisme untuk mencegah negara atau lembaga swasta yang kuat yang dapat merugikan negara-negara miskin, seperti regulasi perdagangan senjata, emisi karbon dan sebagainya; 
7) Mengembangkan sistem, prosedur, dan mekanisme untuk membantu kelompok masyarakat yang paling rentan terhadap dampak bencana besar sementara pemerintah mereka tidak mampu untuk membantu mereka; serta 
8) Merestrukturisasi sikap dan kepercayaan kepada pemerintah.

Peran Pendidikan
    Tetapi dari semua usulan dan pendapat mengenai cara penanganan dan mengurangi kemiskinan, masalah pendidikan adalah hal krusial yang telah menjadi perhatian semua pihak. Slabbert dan Ukpere sangat menekankan pentingnya merealisasikan pemerataan pendidikan dasar bagi seluruh penduduk, terutama yang berada di daerah pedesaan terpencil.
    Memiliki pendidikan dasar akan memberi penguatan bagi masyarakat untuk belajar lebih banyak tentang berbagai hal, khususnya yang terkait dengan peningkatan kesejahteraan di masa mendatang.
Secara khusus, pemerintah Indonesia telah melaksanakan banyak upaya pemberantasan kemiskinan. Selain melalui program jangka pendek BLT, perhatian kepada pendidikan pun semakin ditingkatkan.
    Di banyak daerah di Sulawesi Selatan, pendidikan gratis telah menjadi pencanangan utama pemerintah daerah. Dengan demikian, kesempatan mendapatkan pendidikan yang layak sudah menyentuh ke hampir seluruh lapisan masyarakat, tidak hanya di daerah perkotaan, tetapi juga di pedesaan.
    Tak ada yang dapat memungkiri pentingnya peran pendidikan bagi penguatan dan peningkatan kualitas masyarakat. Masyarakat yang berkualitas dan memiliki kemampuan di berbagai bidang akan memudahkan kemandirian untuk bisa keluar dari lingkaran kemiskinan.
Sebagaimana Bill Gates berpendapat bahwa melawan kemiskinan dapat dimulai dengan memberikan pendidikan yang cukup kepada anak-anak.
     Mengutip kata-kata miliarder pemilik perusahaan Microsoft asal Amerika Serikat ini: "Meningkatkan pendidikan adalah cara terbaik untuk memecahkan kemiskinan," maka kemiskinan tak dapat menjadi alasan yang menyebabkan anak-anak jauh dari lingkungan sekolah dan kehilangan kesempatan mendapatkan pendidikan dasar, untuk masa depan mereka yang lebih baik.

Sumber: Tribun Timur
Penulis: Hurriah Ali Hasan, Mahasiswa PhD Program Studi SDM, Universiti Teknologi Malaysia

Tidak ada komentar:

Posting Komentar